Sunday 24 August 2014

Rumah Itu Kosong

Selamat malam rumah, lama sekali aku rindu kebebasan. Menghuni kamar, menonton tv, membaca novel, atau sekedar duduk-duduk santai di atap rumah sambil menghabiskan waktu dengan secangkir teh dan Banda Neira. Damai, sepi, tenang..

Rumah.
Siapa yang tidak mau rumah?
Tidak? 
Ah, tidak bisa tidak, kau akan membutuhkannya.

Kupikir rumah bukan sekadar atap dan fondasi, bukan sekadar tempat untuk terlelap, bukan sekadar mencomot masakan di dapur ibu, atau sekadar buang air, barangkali?
Rumah,
ada kenyamanan di dalamnya, ada keamanan yang menjaganya, ada kebahagiaan sebagai janjinya, dan ada kerinduan yang akan membuatku selalu ingin kembali.
..
23 Juni 2014, aku menemukan rumah baru. Rumah yang sama seperti hunian ayah dan ibuku, ada kehangatan, ada kenyamanan dengan kebahagiaan yang dijanjikannya. Rumah yang memberiku rasa aman seperti ayah, rumah yang memberiku rasa nyaman seperti ibu, dan rumah yang memberiku rasa rindu seperti aku yang akan selalu merindukan kamu semua.
Rasanya memang tidak semuanya manis, rasa pahit bukan berarti dapat menghapus kebahagiaan yang telah dijanjikan. Kekesalan, kekecewaan, tangisan, senyuman, canda, tawa, kemenangan, keberhasilan. Aku akan merindukan kebersamaan kita, kebersamaan yang takkan pernah bisa terganti oleh apapun, kebersamaan yang takkan pernah bisa terulang lagi di kehidupan yang selanjutnya. Karena kita takkan sama lagi..
Kesoktauan kita semua akan sesuatu yang sedang kita kerjakan, kemalasan kita akan sesuatu yang telah dimandatkan, keegoisan kita akan pendapat yang dirasa maha benar, kekesalan kita akan sesuatu yang tidak seharusnya didapatkan, kekecewaan yang acap kali pernah kita rasakan, seharusnya jangan membuat kita berjarak. Karena kebersamaan di kehidupan kita selanjutnya nanti bukan sekedar perkataan “rindu” tetapi pertemuan.
Dari kuliah kehidupan ini, aku belajar tentang hidup yang sebenarnya, tentang bagaimana menyatukan 11 karakter menjadi satu, dan mengerti mengapa waktu menjadi begitu berharga ketika semua yang dijalani akan segera berakhir.
Mungkin, tiap-tiap kita akan merindukan setiap sudut rumah yang kita huni, halaman belakang, kamar, ruang tengah, dapur, kamar mandi, atap rumah bahkan hal kecil seperti hiasan, kursi, meja, kasur, jendela.. Kini rumah itu kosong, rumah itu tak bernyawa lagi, tapi rumah itu akan mengenang kisah yang pernah kita isi di dalamnya. Akankah kita kembali? Melakukan hal yang sama lagi? Atau mungkin hanya sekadar tersenyum mengingat hal yang pernah kita kerjakan di dalamnya?
Mungkin, tiap-tiap kita akan merindukan kebersamaan yang pernah terjalin, mengobrol, bergosip, bercanda, berdiskusi, bermain, bercerita, mengaji, keliling desa, salat tarawih, makan bersama, tidur bersama, malas bersama, rajin bersama. Akankah kebersamaan itu kembali? Sama seperti pertemuan pertama hingga akhir perjalanan yang kita jalani? Atau mungkin hanya sekadar tersenyum mengingat hal itu? Atau menangis mungkin?  
Mungkin, tiap-tiap kita akan merindukan tiap sudut desa yang pernah kita kunjungi. Memanjat gunung, berkeliling desa, melihat city light, piket di kantor desa, bosannya berkegiatan di balai desa, mengobrol di rumah ketua RW, jalannya yang kecil dan sepi, membeli susu di pos pemberhentian susu, sekolah, mesjid, posyandu, markas karang taruna, lapangan, jalan menanjak, warung, rumah pintar (?), pasar, tukang bubur, rumah kompos dan lapangannya yang hijau. Akankah kita melakukannya lagi? Atau mungkin hanya sekadar tersenyum mengingat semua yang pernah kita kunjungi?
Atau mungkinkah tiap-tiap kita akan merindukan momen yang pernah kita alami? Mengerjakan berbagai program di bidang masing-masing, menyebar proposal, mengobrol di halaman belakang sambil minum kopi, berkumpul di ruang tengah ketika mati lampu, bercerita di dalam kamar sambil menangis maupun tertawa, bergosip membicarakan hal apapun yang dirasa seru, belanja di pasar, menyanyi sambil bermain gitar, menonton dvd bersama, bermain pes, buka bersama, berendam, memanjat gunung di pagi buta, melihat matahari terbit, menghirup udara desa yang masih jauh dari polusi, membuat hingar-bingar, dan “tolonglah”.. 
Mungkin masih banyak lagi kisah yang pernah kita alami. Entah, selama kita bersama aku tak pernah membayangkan adanya perpisahan. Tidak tau akan seperti apa akhirnya. Dan sekarang aku ada di rumahku sendiri, aku yang sedang merindukan rumah baruku itu. Rumah yang memberiku banyak pengalaman baru, rumah yang membuatku mengerti bagaimana caranya bersyukur, rumah yang membuatku tahu caranya menghargai waktu, rumah yang memberikan kerinduan, dan rumah yang membuatku tahu bagaimana rasanya pulang ke rumah.
Rumah baru itu kalian, keluargaku selama 40 hari ini.

No comments:

Post a Comment

© Asri Nuranisa Dewi
Blogger Template Designed by pipdig